Rabu, 16 Juli 2008

Keputusan Beasiswa Periode ke 3

DEPARTEMEN BEASISWA
(PATAMBOR EDUCATION CENTER)
PATAMBOR CILEUNGSI DAN SEKITARNYA
Sekretariat : Jl. Bungur II No. 88 Rt 001/Rw 002 Jati Rangga - Cibubur - Bekasi Telp. : 0815 1405 1766
Email : patambor.cileungsi@yahoo.com Website : www.patambor1.multiply.com


Patambor Cileungsi untuk ketiga kalinya telah melaksanakan pemberian beasiswa kepada peserta beasiswa di kalangan keluarga Patambor Cileungsi dan sekitarnya.
Periode pertama telah dilaksanakan di bulan Juli 2007 bertempat di rumah J. Togatorop / Br. Manurung. Disusul pada bulan Januari 2008 bertempat di Taman Rekreasi Wiladatika Cibubur. Dan yang ketiga bertempat di rumah R. Manurung/Br. Silitonga, Juli 2008.

Pada periode ketiga, pengurus telah mewujudkan perubahan yang berasal dari masukan-masukan anggota kemudian didiskusikan bersama-sama dan akhirnya disepakati bersama

Perubahan itu adalah :

Penghargaan berupa dana juga diberikan kepada peserta yang prestasi belajarnya meningkat tetapi belum mencapai posisi tertinggi / penerima beasiswa. Kenaikan prestasi, yang dibandingkan dengan semester sebelumnya, harus sama atau lebih dari 5%, nilai rata-rata kelas 6.5 dan tidak ada angka 5 dimata pelajaran.

Adapun Keputusan Departemen Beasiswa dalam acara penyerahan beasiswa periode ke tiga, adalah sebagai berikut :

DASAR ;

1. Hasil Keputusan Rapat Pengurus Beasiswa Patambor Cileungsi dan Sekitarnya.
2. Saran Pengurus Patambor Cileungsi dan Sekitarnya.
3. Usulan dari pihak Manurung dan Boru Patambor Cileungsi dan Sekitarnya.

MEMPERHATIKAN :

1. Beasiswa diserahkan kepada Juara di Tingkat SD sebesar Rp. 600.000,- per siswa tiap kelas, SMP sebesar Rp. 600.000,- per siswa tiap kelas dan SMA sebesar Rp. 900.000 per siswa tiap kelas.
2. Penghargaan juga diberikan kepada siswa yang meningkat hasil belajarnya yaitu sebesar Rp. 350.000,- setiap masing-masing tingkatan SD, SMP dan SMA.

MEMUTUSKAN :

1. Hari ini tanggal 13 Juli 2008 bertempat di rumah R.Manurung/Br. Silitonga, Citra Grand Cibubur, diserahkan beasiswa untuk tingkat SD, SMP dan SMA pada semester Genap Tahun Ajaran 2007/2008 sebanyak 10 siswa, sebagai berikut :


SD Kelas 1 : BRYAN MANURUNG Nilai rata-rata 8.26
SD Kelas 2 : CHARISTIAN GOLDBERG MARBUN Nilai rata-rata 8.20
SD Kelas 3 : ANDREAS GOMGOM MANURUNG Nilai rata-rata 8.18
SD Kelas 4 : DESY Br. SITORUS Nilai rata-rata 8.33
SD Kelas 5 : ANGELA Br. MANURUNG Nilai rata-rata 8.08
SD Kelas 6 : CECILIA Br. SIMANJUNTAK Nilai rata-rata 8.01

SMP Kelas 2 : PAULUS MANURUNG Nilai rata-rata 7.89

SMA Kelas 1 : NADIA SHEIKY MARBUN Nilai rata-rata 7.83
SMA Kelas 2 : MICHELLE Br. MANURUNG Nilai rata-rata 8.05
SMA Kelas 3 : MANUEL LEONARD SIRAIT Nilai rata-rata 8.27

2. Sedangkan kepada siswa yang telah menunjukkan peningkatan hasil belajar, dengan ketentuan yang disyaratkan, terdapat dua siswa sbb :

SD Kelas 5 EVAN MANGASI PARDEDE Peningkatan 12.84 %
SMA Kelas 2 DELIMA ROSISKA Br. MANURUNG Peningkatan 5.97 %

Demikian Keputusan ini ditetapkan oleh Departemen Beasiswa PATAMBOR CILEUNGSI dan SEKITARNYA pada 12 Juli 2008 bertempat di rumah R. Manurung / Br. Nainggolan.


Ketua


R. Manurung

KETUA
PATAMBOR CILEUNGSI


M. Manurung

Sabtu, 22 Maret 2008

PERKEMBANGAN MARGA- MARGA BATAK

Author : Rihart Manurung. http://hart21.multiply.com/

SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu :

1. GURU TATEA BULAN.

2. RAJA ISOMBAON.

GURU TATEA BULAN

Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :

- Putra :

a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh.

b. TUAN SARIBURAJA.

c. LIMBONG MULANA.

d. SAGALA RAJA.

e. MALAU RAJA.

-Putri :

a. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA.

b. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON.

c. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA.

d. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci).

TATEA BULAN artinya "TERTAYANG BULAN" = "TERTATANG BULAN".

RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON)

RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah).

Semua keturunan SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar :

a. Golongan TATEA BULAN = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA = MARGA LONTUNG.

b. Golongan ISOMBAON = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU = MARGA SUMBA.

Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan SI RAJA BATAK.

SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya

SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis).

Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA, SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk membunuh SARIBURAJA. Akibatnya SARIBURAJA mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu dengan dia.

SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME melahirkan seorang putra yang diberi nama SI RAJA LONTUNG.

Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT. Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BAYOANGIN.

Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, SARIBURAJA berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.

SI RAJA LONTUNG

Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :

- Putra :

a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG.

b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA.

c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN.

d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN.

e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG.

f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG.

g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR.

- Putri :

a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING.

b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA.

Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA.

SI SIA MARINA = SEMBILAN SATU IBU.

Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR, SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO, SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN.

Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU.

Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA.

Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE.

Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang TOGATOROP (SITOGATOROP), SIANTURI, SIBURIAN.

Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang OMPU SUNGGU, RAJAGUKGUK, SIMAREMARE.

Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN, RITONGA, SORMIN.

SI RAJA BORBOR

Putra kedua dari TUAN SARIBURAJA, dilahirkan oleh NAI MARGIRING LAUT. Semua keturunannya disebut marga BORBOR.

Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :

1. DATU DALU (SAHANGMAIMA).

2. SIPAHUTAR, keturunannya bermarga SIPAHUTAR.

3. HARAHAP, keturunannya bermarga HARAHAP.

4. TANJUNG, keturunannya bermarga TANJUNG.

5. DATU PULUNGAN, keturunannya bermarga PULUNGAN.

6. SIMARGOLANG, keturunannya bermarga SIMARGOLANG.

Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :

a. PASARIBU, BATUBARA, HABEAHAN, BONDAR, GORAT.

b. TINENDANG, TANGKAR.

c. MATONDANG.

d. SARUKSUK.

e. TARIHORAN.

f. PARAPAT.

g. RANGKUTI.

Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT.

LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya

LIMBONG MULANA adalah putra ketiga dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga LIMBONG. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG. Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.

SAGALA RAJA

Putra keempat dari GURU TATEA BULAN. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.

LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya

LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :

a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE.

b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA.

c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING.

d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE.

Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.

TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga Keturunannya

TUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :

a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN.

b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN.

c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON).

SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.

SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.

SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI SUANON.

NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU/OMPU RAJA NABOLON)

Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.

NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :

a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.

b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.

c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.

d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE).

Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung) :

a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.

b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.

c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.

d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.

Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING. SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN.

Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.

Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.

Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :

a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.

b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.

c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.

d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.

e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON.

RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR. Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :

a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.

b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG.

Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.

NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA) : nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA.

TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra.

Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :

a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.

b. SI PAET TUA.

c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.

d. SI RAJA OLOAN.

e. SI RAJA HUTA LIMA.

Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :

a. SI RAJA SUMBA.

b. SI RAJA SOBU.

c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS.

Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunana TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.

Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.

b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.

c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.

d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE.

Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.

b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.

c. PANGARIBUAN, HUTAPEA.

Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SIHALOHO.

b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.

c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.

d. SIDABUTAR.

e. SIDABARIBA, SOLIA.

f. SIDEBANG, BOLIALA.

g. PINTUBATU, SIGIRO.

h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL.

Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.

b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.

c. BANGKARA.

d. SINAMBELA, DAIRI.

e. SIHITE, SILEANG.

f. SIMANULLANG.

Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. MAHA.

b. SAMBO.

c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA.

Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.

b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI.

Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SITOMPUL.

b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS.

Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.

b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.

***

DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)

Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut :

"Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;

Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan"

artinya :

"Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput;

Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji"

Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah :

a. MARBUN dengan SIHOTANG.

b. PANJAITAN dengan MANULLANG.

c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.

d. SITORUS dengan HUTAJULU - HUTAHAEAN - ARUAN.

e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.

(Disadur dari buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987.)

***

CATATAN TAMBAHAN

1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.

2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA. Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin. Contohnya adalah kedua orangtua dari Mama saya. Kakek saya (bapak dari Mama saya) marga Panjaitan (oleh karena itu Mama saya boru Panjaitan), sedangkan istrinya yaitu Nenek saya (mama dari Mama saya) boru Siagian.

3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.

4. Menurut keterangan dari Mama saya, marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.

5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, mungkin bahkan sampai sekarang.

6. Menurut keterangan dari salah seorang teman kost saya yang bernama Yan Laurens Tampubolon (Teknik Industri UPNVY ' 98), TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).

7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN.

8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut "Siregar Utara" sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut "Siregar Selatan". Teman kita Erwin Robert Elisa Ritonga (Agronomi UPNVY ' 91) termasuk Siregar Selatan alias Batak Angkola (Mandailing). Berkaitan dengan itu, gereja asalnya bukanlah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), melainkan GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola).

9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi).

10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) :

a. BUNUREA disebut juga BANUREA.

b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.

c. BARUTU disebut juga BERUTU.

d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.

e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.

f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.

11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.

12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING.

13. Jangan keliru (bedakan) :

a. SITOHANG dengan SIHOTANG.

b. SIADARI dengan SIDARI.

c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.

d. SARAGI (Batak Toba) dengan SARAGIH (Batak Simalungun).

14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja.

15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun. Roberto Martin Kristiwanto Purba (Sosial Ekonomi Pertanian UPNVY ' 91) -- eks teman kost saya -- berasal dari suku Batak Simalungun

Jumat, 21 Maret 2008

Telur Paskah


Telur Paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa dimana telur merupakan simbol musim semi. Di masa silam, di Persia, orang biasa saling menghadiahkan telur pada saat perayaan musim semi, yang bagi mereka juga menandakan dimulainya tahun yang baru. Dewa musim Semi, yang bernama "Eostre" adalah dewa yang disembah pada perayaan "vernal equinox". Nama dewa ini juga yang akhirnya dipakai untuk menyebut hari Paskah, "Easter" (bahasa Inggris).

Pada abad-abad pertama kekristenan, tradisi ini sulit dihapus karena hari Paskah memang kebetulan jatuh pada setiap awal musim Semi. Perayaan musim Semi selalu dirayakan dengan meriah mengiringi kegembiraan meninggalkan musim dingin. Tumbuh-tumbuhan dan bunga mulai tumbuh dan bermekaran, dan suasana keceriaan seperti ini menjadi saat yang tepat untuk membagi-bagikan hadiah.

Membagi-bagikan telur pada hari Paskah akhirnya diterima oleh gereja selain untuk merayakan datangnya musim Semi, juga karena telur memberikan gambaran/simbol akan adanya kehidupan. Dalam Kristen, telur mendapatkan makna religius, yaitu sebagai simbol makam batu dimana Yesus keluar menyongsong hidup baru melalui Kebangkitan-Nya. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa Paskah, yaitu karena dulu telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Umat Kristen sejak awal telah mewarnai telur-telur Paskah dengan warna-warna cerah, meminta berkat atasnya, menyantapnya, serta memberikannya kepada teman dan sahabat sebagai hadiah Paskah.

Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa Utara dan di Asia. Tetapi, di Eropa Selatan dan juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.

Selasa, 04 Maret 2008

Geredja-geredja di Sumatra

Pada abad ke-19 barulah Indjil itu diberitakan di Sumatra. Memang di Padang, dipantai sebelah barat sudah ada satu djemaat Kristen, jang terdiri dari pegawai-pegawai VOC, sedjak tahun 1679. Akan tetapi tidak pernah Indjil itu disebarkan kepada penduduk-penduduk asli didaerah itu. Baru pada saat pemerintahan Inggris jang berlangsung didaerah itu, mulai 1811 sampai 1825 usaha Pekabaran Indjil terlaksanalah untuk pertama kalinja.

Raffles jang memberikan izin untuk pertama kalinja kepada para pekabar Indjil di Djakarta, dialah djuga jang memungkinkan beberapa pekabar Indjil bekerdja di Sumatra Barat. Pada tahun 1820 tiga pekabar Indjil dari perhimpunan pekabar Indjil Baptis di Inggris memasuki daerah-daerah itu. Mereka adalah Ward jang pergi ke Bengkulu, Evans ke Padang dan Burton ke Sibolga. Jang terachir ini mempeladjari bahasa Batak Toba, malahan dia mentjoba djuga untuk menterdjemahkan fasal I dari Alkitab. Ia menjadari bahwa usaha Pekabaran Indjil di Sumatra mustahil akan berakar didalam suku-suku Sumatra, bilamana usaha itu dilaksanakan di-daerah-daerah pantai sadja.

Di-daerah-daerah pantai itu besarlah sekali pengaruh-pengaruh dari pihak Islam atas suku-suku jang masih dalam kekafiran. Oleh karena itu Burton beserta dengan Ward memutuskan untuk masuk kepedalaman. Pada tahun 1824 mereka itu sampai ke Silindung, jaitu daerah pedalaman jang diduduki oleh suku Batak Toba. Meskipun disambut dengan baik namun kedua perintis itu pulang dengan tiada memperoleh hasil apapun dari pemberitaan Indjil jang untuk pertama kalinja dilakukan diantara suku Batak itu.

Lagi pula pada waktu itu berobahlah sudah keadaan politik. Di Sumatra Barat pemerintah Inggris diganti lagi dengan pemerintahan Belanda. Berhubung dengan peristiwa itu berachir pulalah usaha Pekabaran Indjil dari pihak Inggris di Sumatra. Akan tetapi pada pihak lain, Sumatra mendapat perhatian dari perhimpunan Pekabaran Indjil Belanda sedjak waktu itu.

Sudah pada tahun 1826, NZG mengutus seorang pekabar Indjil untuk menjebarkan Indjil di Sumatra, jaitu Gützlaff. Tetapi disebabkan berkobarnja perang Bondjol di Sumatra Tengah, maka mustahil Gützlaff dapat bertolak kesitu. Iapun tinggallah di Djakarta lalu mentjurahkan segala perhatiannja kepada usaha pekabaran Indjil diantara masjarakat Tionghoa. Dikemudian hari dialah jang mendjadi perintis jang utama dalam usaha pekabaran Indjil di Tiongkok.

Orang-orang Baptis Amerika (Boston) melakukan suatu pertjobaan lagi untuk membawa Indjil kepedalaman itu. Pada tahun 1834 dua pekabar Indjil jaitu Munson dan Lyman berangkat dari Sibolga kepedalaman jang sudah dikundjungi oleh Ward dan Burton lebih dahulu. Mereka mendjadi korban-korban dari keganasan suku-suku kafir itu jang membunuh serta memakan mereka. Peristiwa itu terdjadi di Lobu Pining, 20 km djauhnja dari Silindung, tempat mana Geredja Batak mendirikan satu batu peringatan 75 tahun kemudian.

Pada batu itu tertulis ungkapan Augustinus: “Darah para martir merupakan bibit Geredja.” Kebenaran ungkapan itu terbukti didalam Geredja tersebut. Pertjobaan jang lain dari pihak Baptis Amerika dimulai didaerah Batak sebelah selatan pada tahun 1837. Tetapi perintis pekabaran Indjil itu, Ennis namanja mengalami kegagalan oleh karena penjakit jang menimpanja. Makin lama makin matanglah saat untuk mengkristenkan pedalaman Sumatra itu. Kita ingat beberapa faktor jang mendjadikan keadaan disitu baru.

Peperangan Bondjol sudah berachir. Imam Bondjol bukannja sadja berusaha untuk mengusir pemerintah Belanda dari daerahnja jaitu Minangkabau, melainkan tentaranja melakukan djuga perampokan untuk menindas suku-suku kafir jang diam didaerah sebelah utara Minangkabau. Mereka sering mengadakan serangan-serangan sampai kedaerah Angkola, malahan sampai ke Silindung dan Toba sampai melakukan rampasan-rampasan, menangkap orang-orang untuk diperhambakan dan mengislamkan mereka dengan paksaan.

Djelaslah bahwa ber-puluh-puluh tahun kemudian penduduk-penduduk daerah Batak masih ketakutan, djikalau mereka mengenangkan peristiwa-peristiwa jang dahsjat dari “perang Bondjol” itu atau dengan sebutan lain “perang padri”. Akan tetapi sesudah mentjapai kemenangan, maka pemerintah Belanda memelihara keamanan serta ketertiban didaerah itu, termasuk Tapanuli Selatan (Daerah mandailing dan Angkola), sehingga mungkin disitu usaha Pekabaran Indjil dapat didjalankan.

Keadaan jang damai itu memberi kesempatan untuk menjelidiki pedalaman Sumatra untuk pertama kali. Seorang ahli, jaitu Dr. Junghuhn jang berkebangsaan Djerman ditugaskan untuk mengadakan ekspedisi penjelidikan kepedalaman itu. Bukunja mengenai “Daerah Batak di Sumatra” membuktikan hasil penjelidikannja itu.

Disebabkan pengetahuan jang baru itu maka Lembaga Alkitab Belanda mengutus seorang ahli bahasa, Neubronner van der Tuuk, kesitu, dengan tugas untuk menjelidiki bahasa Batak serta menterdjemahkan Alkitab kedalam bahasa itu. Van der Tuuk menetap di Barus, dipantai barat. Keahliannja demikian rupa sehingga ia menghasilkan beberapa buku penjelidikan mengenai bahasa Batak serta menterdjemahkan sebuah kamus dan beberapa fasal Perdjandjian Lama.

Buku-buku itu diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Belanda. Mengenai kesempatan untuk menjebarkan Indjil didaerah Batak, maka adalah nasehat jang berbunji sebagai berikut: “Tidak ada harapan untuk beroleh hasil diantara penduduk-penduduk Angkola dan Mandailing. Dalam djumlah jang besar mereka sedang masuk Islam, sebagaimana halnja pada hampir segala orang Batak jang telah ada dibawah pemerintah (Balanda). Untuk memadjukan kekristenan, maka perlulah dilaksanakan tindakan jang tegas. Sedjarah pekabar Indjil harus ditempatkan disuatu daerah tertentu. Djika tidak menempuh djalan itu, maka menurut hemat saja seluruh masjarakat sudah diislamkan, sebelum kita menjadarinja. Biasanja dengan masuknja gubernemen maka bahasa Melaju turut masuk djuga, dan lagi pula terdapat sedjumlah orang-orang Melaju jang bertudjuan untuk mengislamkan mereka itu.”

Pada satu pihak bolehlah dikatakan bahwa oleh karena hal-hal jang disebut diatas sudah tibalah kesempatan untuk mendjalankan Pekabaran Indjil kedaerah itu. Pada pihak lain kita melihat beberapa golongan Pekabaran Indjil jang bersedia untuk melakukannja.

Pada tahun 1850 muntjullah suatu gerakan rohani di Ermelo (lih. djuga hlm 186) jaitu sebuah kota ketjil di Belanda. Djemaat-djemaat petani itu merasa terdorong untuk mewudjudkan kesaksiannja dengan kuat sekali. Hampir serupa dengan gerakan persaudaraan Moravi 150 tahun lebih dahulu maka pada gerakan ini tampaklah tjiri-tjiri hidup jang baru itu. Diantaranja para pekabar Indjil jang pertama kalinja diutus oleh djemaat Ermelo adalah G. van Asselt, jang ditahbiskan pada tahun 1856 dan tiba di Padang pada bulan Desember tahun tersebut. Akan tetapi ia tidak menuruti nasihat Van der Tuuk tadi untuk menjingkiri daerah-daerah jang sudah dipengaruhi oleh Islam.

Gubernur Sumatra Barat mempekerdjakannja padaa perkebunan kopi dari pemerintah di Angkola; disamping itu ada kesempatan baginja untuk melakukan pekabaran Indjil disitu. Van Asselt menetap di Sipirok jang mendjadi batu lontjatan bagi usaha pekabaran Indjil diantara suku-suku Batak. Dua tahun kemudian tibalah beberapa pekabar Indjil lagi dari Ermelo, seorang untuk Sibolga, sedangkan jang lain menetap disekitar Siporak djuga. Mereka mendapat sokongan pula dari “Perhimpunan untuk Pekabaran Indjil didalam dan diluar Geredja” Djakarta. Tetapi sokongan itu makin lama makin berkurang, sehingga pada tahun 1864 “Komite Djawa” (lih. hlm. 204) memelihara sebagian pekerdjaan mereka, dan hal itu berlangsung sampai tahun 1931, waktu mana djemaat Batak jang dimuntjulkan oleh “Komite Djawa” dipersatukan dengan HKBP.

Peristiwa jang menjebabkan terdjadinja sedjarah pengkristenan suku-suku Batak, ialah keputusan jang diambil oelh “Rheinische Missionsgesellschaft” (RMG) untuk menjebarkan Indjil disitu. Sudah 25 tahun lamanja RMG bekerdja di Kalimantan Selatan (lih. hlm. 146) Tetapi pemberontakan tahun 1859 sangat merugikan usahanja didaerah itu malahan pemeritah melarang Pekabaran Indjil masuk kepedalaman Kalimantan oleh karena peristiwa jang dahsjat itu. Akibatnja ialah bahwa RMG mentjari bidang pekabaran Indjil jang lain.

Bagaimanakah mulanja sehingga RMG tertarik oleh Sumatra? Bolehlah dikatakan bahwa setjara kebetulan telah terdjadi suatu peristiwa jang tiada berarti apa-apa, namun akibatnja sangatlah luas. Pada perkundjungannja ke Belanda untuk membitjarakan hal-hal mengenai pekabaran Indjil di Indonesia, maka ketua RMG setjara kebetulan melihat buku-buku Neubronner van der Tuuk jang baru diterbitkan. Hal itu dianggap olehnja sebagai petundjuk dari Tuhan sendiri. Bukankah suku-suku Batak itu sudah siap untuk dikerdjakan oleh para pekabar Indjil? Bahasanja sudah selesai diselidiki, adat istiadatnja sudah diketahui; sudah pula diakui bahwa Indjil itu perlu dibawa keantara mereka supaja suku itu sudah dikristenkan sebelum Islam berpengaruh disana. Dengan tjepatnja RMG mengambil keputusan untuk mengutus dengan segera para pekabar Indjil jang telah menganggur di Kalimantan ke Sumatra.

Pula diberangkatkan dari Djerman para pekabar Indjil jang baru! Termasuk djuga diantaranja seorang pekabar Indjil Belanda jang sudah dipekerdjakan disitu. Pada tanggal 7 Oktober 1861 maka ke-4 pekabar Indjil itu sudah dapat mengadakan konperensi jang pertama di Sipirok untuk merentjanakan pekerdjaan bersama. Tanggal ini kemudian ditetapkan oleh HKBP sebagai tanggal kelahirannja. Menurut pendapat kami, sebaiknja, tanggal 31 Maret 1861 didjadikan tanggal lahirnja Geredja. Sebab pada hari itulah dilakukan baptisan jang pertama. Baptisan jang pertama ini dilakukan terhadap 2 orang Batak di Sipirok.

Sedjarah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) jang telah 100 tahun lamanja merupakan suatu bagian jang paling menarik dari sedjarah Geredja di Indonesia pada umumnja. Memang hanja garis-garis besarnja sadja jang dapat dibentangkan disini.

Artikel ini diambil dari : Sejarah Gereja Di Indonesia.
Oleh: Kruger, Dr. Th. Muller. 1966. Badan Penerbitan Kristen-Djakarta/sabda.org.

PEMERINTAH KABUPATEN TAPANULI UTARA

PROFIL WILAYAH
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 unit kabupaten salah satu dari 25 daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara pada ketinggian antara 300 – 1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu tergolong datar (3.15 %), landai (26.86 %), miring (25,62 %) dan terjal (44.35 %).

Secara astronomis Tapanuli Utara berada pada posisi 1° 20’ - 2° 41’ lintang utara dan 98° 05’m - 99° 16’ bujur timur. Sedangkan secara geografis letak kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu, di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Toba Samosir, di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Labuhan Batu, di sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah.

Letak geografis dan astronomis kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.

Luas Wilayah
Luas wilayah kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800.3 km2 terdiri dari dataran 3.793.71 km2 dan luas perairan Danau Toba 6.60 km2. Dari 15 kecamatan yang paling luas di kabupaten Tapanuli Utara adalah kecamatan Guroga sekitar 567.58 km2 atau 14.96 % dari luas kabupaten, dan kecamatan yang terkecil luasnya yaitu kecamatan Muara sekitar 79.75 km2 atau 2.10 %.

Curah Hujan
Salah satu unsur cuaca/iklim adalah curah hujan. Kabupaten Tapanuli Utara yang berada pada ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memperoleh curah hujan yang banyak. Selama tahun 2004, rata-rata curah hujan tahunan tercatat 2.134 mm dan lama hari hujan 149 hari atau rata-rata curah hujan 149 hari atau rata-rata curah huajn bulanan sebanyak 178 mm dan lama hari hujan 12 hari. Dari rata-rata curah hujan bulanan tahun 2004, terlihat curah hujan tertinggi terjadai pada bulan April yaitu 284 mm dan lama hari hujan 16 hari dan curah hujan terendah pada bulan Juli yaitu 15 mm hari hujan 5 hari.

Pemerintahan
Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah administrasi terdiri dari 15 kecamatan. Kelima keacamatan ini terbagi dalam 214 desa dan 11 kelurahan. Kecamatan yang paling banyak jumlah desa/kelurahan yaitu kecamatan Tarutung (23 desa dan 7 kelurahan) dan yang paling sedikit jumlah desanya yaitu kecamatan Simangumban (7 desa).

Pada tahun 2004 ada pemekaran wilayah administrasi desa/kelurahan. Pemekaran wilayah administrasi ini terjadi di kecamatan Sipahutar yaiut desa Siabal-abal W.

Keadaan desa/kelurahan ditinjau dari tingkat perkembangan masih sangat memprihatinkan, dari desa 225 desa/kelurahan baru1.33 % desa/kelurahan swasembada sisanya 38.67 % desa swakarya dan 60 % desa swadaya.

Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2004 sebesar 260.471 jiwa yang terdiri dari 129.300 jiwa laki-laki dan 131.120 jiwa peerempuan. Rasio jenis kelamin kabupaten Tapanuli Utara tahun 2004 lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Sedang tingkat kepadatan penduduk relatif renah, yaitu 68.66 penduduk per kilometer persegi.

Banyaknya rumah tangga tahun 2004 sebesar 55.621, dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 4.68 orang. Dibandingkan adengan tahun 2003, rata-rata besarnya anggota rumah tangga tahun 2004 tidak terlalu berbeda yaitu sebesar 4.96 orang.

Mayoritas penduduk kabupaten Tapanuli Utara bergama Kristen Protestan yaitu sebesar 90.21 %, kemudian pendudk yang bergama Islam sebesar 5.23 % sedang penduduk yang beragama Katolik hanya sebesar 4.49 %.

Potensi Daerah
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah yang cukup di kawasan nusantara, terutama karena potensi alam dan sumber daya manusianya. Potensi alam antara lain luasnya lahan kering untuk dijadikan persawahan barudengan membangun irigasi. Sebahagian perairan Danau Toba yang dimiliki dan sungai yang cukup banyak untuk memanfaatkan potensinya untuk irigasi, pengembangan perikanan maupun pembangkit tenaga listrik. Keindahan alam dengan panorama khususnya Pulau Sibandang di kawasan Danau Toba di kecamatan Muara, dan wisata Rohani Salib Kasih. Kekayaan seni budaya asli merupakan potensi dalam upaya mengembangkan kepariwisataan nasional. Potensi lain terdapat berbagai jenis mencakup seperti Kaolin, Batu Gamping, Belerang, Batu Besi, Mika, Batu Bara, Panas Bumi dan sebagainya. Potensi sumber daya manusia sudah tidak diragukan lagi bahwa cukup bayak putera-puteri Tapanuli yang berjasa di pemerintahan, dunia usaha dan sebagainya.

Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian kabupaten Tapanuli Utara didominasi oleh sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat, menyusul sektor perdagangan, pemerintahan perindustrian dan pariwisata. Pada era informasi dan globalisasi peranan pemerintah maupun pihak swasta semakin nyata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di berbagai sektor/bidang sehingga pendapatan masyarakat semakin meningkat.

INFRASTRUKTUR
Perhubungan Darat

Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di kabupaten Tapanuli Utara telah dibangun jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten yang cukup baik dan layak dilalui kendaraan roda empat, bus maupun truk. Kondisi status dan panjang jalan di daerah ini pada tahun 2004 adalah sebagai berikut.
Kondisi / Jenis Permukaan

Disamping prasarana juga telah dibangun prasarana jembatan guna meningkatkan dan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat di kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2004 mencapai 1.400.70 meter dan jembatan kabupaten 1.214.50 meter.

Perhubungan Danau
Dermaga pelabuhan terdapat di kecamatan Muara yang sampai saat ini belum mempunyai fasilitas dermaganya memadai sebagai salah satu prasarana perhubungan di sektor Pantai Danau Toba.

Pelabuhan Udara
Di kabupaten Tapanuli Utara terdapat lapangan terbang perintis yang tyerletak di Silangit kecamatan Siborong-borong. Lapangan terbang perintis memiliki luas lahan 85.10 ha, panjang landasan pacu (runway) 1.850 x 30 m, yang diperuntukkan didarati oleh pesawat kecil tipe CN 235 namun akan dikembangkan agar mampu didarati pesawat jenis F-28/Boing 737-200 dengan panjang landasan pacu direncanakan 2.500 x 50 m.

Pada tahun 2005 ini telah resmi dioperasikan rute penerbangan Medan – Siborong-borong dan sebaliknya dengan jadwal penerbangan 2 kali dalam seminggu. Peresmian pelabuhan udara ini dilakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan dioperasikannya pelabuhan udara ini para investor awkan lebih mudah menjangkau Tapanuli Utara dalam berinvestasi.

Melihat minat masyarakat yang sangat tinggi, pemerintah kabupaten Tapanuli Utara terus berupaya untuk meningkatkan frekuensi penerbangan yang direncanakan 3 (tiga) kali dalam seminggu.

Pasar
Pasar di kabupaten Tapanuli Utara diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:
· Pasar kelas I, sebanyak 2 (dua) buah yaitu pasar Tarutung dan Pasar Siborong-borong
· Pasar kelas II, terdiri dari 6 (enam) buah, yaitu : pasar Onan Hasaung, Sarulla, Sipahutar, Pangaribuan, Garoga dan Muara.
· Pasar kelas III, terdiri dari 2 (dua) buah yaitu : pasar Simangunban dan Aek Raja

Selain pasar kelas I, II, III tersebut di atas terdapat juga pasar non kelas ataupun pasar desa yang tersebar di beberapa kecamatan.

Pos dan Telekomunikasi
Pelayanan sarana jasa pos dan giro oleh PT (Persero) Pos Indonesia telah menjangkau ke seluruh wilayah kecamatan di kabupaten Tpanuli Utara. Pelayanan sarana kantor pos yakni, 1 unit kantor pos cabang di kota Tarutung dan 10 unit pembantu yang terdapat di beberapa kecamatan. Sedangkan sarana telekomunikasi yang terdapat di daerah ini yakni Sentral Telepon Otomatis (STO) di kecamatan Tarutung dan Siborong-borong serta beberapa kecamatan rural dari Sentral Telepon Otomatis (STO), seperti : kecamatan Garoga, Pangaribuan, Sipahutar, Pagaran, Adiankoting, Muara, dan Pahae Jae. Di samping itu, beberapa kecamatan telah dapat dilayani telekomunikasi jaringan telepon selular, seperti : kecamatan Tarutung, Sipoholon, Muara, Parmonangan, Sipahutar, dan Siborong-borong. Serta warung telekomunikasi (wartel) di kecamatan.

Perbankan dan Koperasi
Untuk melayani jasa perbankan di kabupaten Tapanuli Utara terdapat beberapa bank milik pemerintah maupun swasta yang telah membuka cabangnya di daerah ini. Bank dimaksud antara lain : PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) cabang Tarutung dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) cabang pembantu Tarutung. Selain itu terdapat 6 BRI unit dan 2 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tersedia di beberapa kecamatan.

Kelistrikan
Dari jumlah 225 desa/kelurahan di kabupaten Tapanuli Utara, maka jumlah desa yang telah dialiri listrik sebanyak 216 desa atau 96 % dengan jumlah pelanggan listrik (PT Persero Perusahaan Listrik Negara) sebanyak 23.898 pelanggan yang terdiri dari pelanggan rumah tangga sebanyak 23.055 pelanggan (96.47 %) dan pelanggan dunia usaha/industri dan umum sebanyak 843 pelanggan.

Air Minum
Di kabupaten Tapanuli Utara tahun 2004 baru 5 (lima) kecamatan yaitu : kecamatan Tarutung, Sipoholon, Muara, Pangaribuan, dan Pahae Jae yang telah menikmati sumber air minum yang dikelola Perusahaan Daerah Air minum (PDAM) Mual Natis dengan jumlah pelanggan yang terbanyak adalah pelanggan kelompok rumah tangga sebanyak 4.905 pelanggan (85.29 %), pelanggan kelompok badan sosial dan instansi pemerintah sebanyak 246 pelanggan (4.28 %), pelanggan kelompok toko/industri sebanyak 528 pelanggan (9.18 %) dan lain-lain sebanyak 72 pelanggan (1.25 %). Produksi air bersih yang dihasilkan 1.691.700 m3 dengan nilai produksi air pada tahun 2004 sebesar Rp 1.055.710.000. Kapasitas air bersih yang dihasilkan PDAM Mual Natis per tahun adalah 1.691.700 m3. Disamping itu ada beberapa kecamatan telah menikmati air bersih yang dibangun oleh pemerintah maupun yang dikelola secara swadaya oleh penduduk dan perantau yang difasilitasi pemerintah daerah.

PENDIDIKAN
Peningkatan kualitas penduduk di kabupaten Tapanuli Utara setiap tahunnya terus ditingkatkan yang dilaksanakan melalui penyediaan sarana/prasarana fisik dan tenaga guru yang memadai.

Pada tahun 2004 di kabupaten Tapanuli Utara terdapat sebanyak 397 unit SD/MI dengan jumlah guru 2.553 orang dan murid sebanyak 46.571 orang. Sementara itu jumlah SMP/MTS sebanyak 60 unit dengan jumlah guru sebanyak 1.163 orang dan jumlah murid sebanyak 20.858 orang. Pada tahun yang sama jumlah SMA/MA ada sebanyak 23 unit, jumlah guru sebanyak 634 orang dan jumlah murid sebanyak 11.774 orang. Disamping itu, terdapat jumlah SMK sebanyak 15 unit, jumlah guru sebanyak 369 orang dan jumlah murid sebanyak 4.577 orang.

Jumlah universitas/akademi pada tahun 2004 yang terdapat di daerah ini sebanyak 4 buah yang terdiri dari 2 perguruan tinggi negeri yakni Akademi Kebidanan (Akbid) negeri Tarutung, denganjumlah dosen sebanyak 36 orang dan mahasiswa sebanyak 267 orang dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Tarutung dengan jumlah dosen sebanyak 56 orang dan jumlah mahasiswa sebanyak 1.669 orang serta 2 Perguruan Tinggi Swasta yaitu Akademi Keperawatan (Akper) dengan jumlah dosen sebanyak 18 orang dan jumlah mahasiswa sebanyak 98 orang dan Universitas Tapanuli (Unita) dengan jumlah dosen sebanyak 51 orang dan mahasiswa sebanyak 1.952 orang.

KESEHATAN
Peningkatan kualitas kesehatan di daerah ini terus dilaksanakan setiap tahunnya dimakguna meningkatkan derajat kesehatan dan usia harapan hidup.

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai merupakan faktor utama dalam upaya menciptakan perbaikan kualitas kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu utama kesehatan, rumah sakit umum (RSU) Swadana type B di kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2004 hanya ada 1 unit yang terletak di kota Tarutung, sedangkan sarana kesehatan lainnya tersebar di berbagai kecamatan, seperti Puskesmas sebanyak 18 unit, Puskesmas pembantu sebanyak 54 unit, poliklinik desa (Polindes) sebanyak 156 unit, pos pelayanan terpadu (Posyandu) sebanyak 350 unit, Apotek 6 unit dan toko obat sebanyak 24 unit, klinik bersalin sebanyak 1 unit, dan balai pengobatan swasta sebanyak 1 unit.

Tenaga medis yang terdapat di kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2004 cukup memadai yakni dengan jumlah dokter spesialis sebanyak 6 orang, dokter umum sebanyak 27 orang, dokter gigi sebanyak 3 orang, sedangkan tenaga medis bidan sebanyak 285 orang, perawat dan perawat pembantu sebanyak 99 orang, juru kesehatan sebanyak 18 orang dan SPRG sebanyaqk 11 orang. Disamping itu, terdapat juga tenaga medis non keperawastan sebanyak 70 orang yang terdiri dari, Akademi Gizi dan Apoteker sebanyak 12 orang, SPPH sebanyak 6 orang, SPAG sebanyak 14 orang, SMF/SAA sebanyak 10 orang dan LCPK sebanyak 28 orang.

Senin, 21 Januari 2008

Gondang Batak


Dalam suatu wawancara penulis tahun 1980an dengan almarhum Dr Liberty Manik di Yogyakarta, pencipta “Satu Nusa Satu Bangsa” musikolog jebolan Berlin itu mengisahkan betapa koleganya di Eropa takjub pada musik gondang sabangunan. Mula-mula Manik hanya memperdengarkan rekaman suara musik gondang yang sangat bergairah dan hadirin yang belum pernah mendengarnya segera berimajinasi tentang tari perang dan gerakan meloncat-loncat. Karena iramanya memang bersemangat dan tempo cepat. Tetapi ketika Manik mempertontonkan rekaman gambar dan suara dengan proyektor film maka para hadirin tercengang melihat penari tortor sangat khidmat dengan gerak lambat dan terbatas, khususnya kaum perempuan.

L.Manik menyumbangkan kajian studi tentang gondang dalam ritual Batak Toba (‘Einer Studienreise zur Erforschung der rituellen Gondang-Musik der Batak auf Nord Sumatra’ , diterbitkan di Hamburg) dan pernah ditugaskan Dewan Gereja-gereja Indonesia untuk menelitinya yang dimuat dalam Majalah DGI ‘Peninjau’. Ia memperbandingkan musik Barat yang diatonis dan gondang sebagai musik dengan nada pentatonis. Usaha Manik melakukan penelitian dan pendokumentasian gondang patut dihargai tinggi, karena sangat jarang yang memberi minat untuk soal itu.

Kedua, kita perlu dicatat seorang peneliti dari generasi lebih muda, Mauly Purba, menulis tesis di Monash University yang memberi kajian mendalam mengenai perubahan fungsi dan makna gondang sabangunan sehubungan dengan penyebaran agama Kristen di tanah Batak. (‘Musical and functional change in the gondang sabangunan tradition of the Protestant Toba Batak 1860s–1990s). Mauly Purba sampai sekarang berusaha keras untuk melestarikan gondang agar tidak tertelan zaman, digeser oleh perangkat musik tiup logam (brass) dan atau organ elektronik yang disebut ‘kibot’ (keyboard).

Instrumen dan Repertoar Gondang

Gondang sabangunan atau disingkat gondang dalam masyarakat Batak Toba artinya menunjuk seperangkat alat musik (instrumen) tradisional yang dipergunakan pada saat menari (manortor) dalam suatu upacara. Tetapi istilah gondang juga dipakai untuk komposisi lagu, serta jenis tarian/tortor yang dibawakan kerabat dalam upacara. Dengan demikian gondang menunjuk pada 4 pengertian :
1. instrument musik
2. komposisi dan repertoar (untaian komposisi lagu)
3. jenis tortor kerabat

Pargonsi adalah para musisi yang memainkan instrumen gondang. Instrumen gondang sabangunan disebut juga ‘parhohas na ualu’ (delapan perangkat). Angka delapan punya makna penting dalam pemahaman Batak karena merujuk pada delapan mata angin (desa na ualu). Instrumen gondang terdiri dari :
1) taganing
2) sarune
3) gordang
4) ihutan
5) oloan
6) panggora
7) doal
8) hesek

Ada lagi satu instrumen yang kadang dipakai sebagai pelengkap disebut odap. Taganing adalah seperangkat (lima buah) gendang berbentuk silinder (membranophone) yang dipukul dengan kayu. Pemain taganing memiliki peran dan tanggung jawab istimewa karena disamping memberi ritme (aba-aba) juga memainkan melodi suatu lagu bersama dengan sarune. Dialah dirigen dan pemberi semangat semua musisi, disamping harus menguasai seluruh repertoar gondang. Gordang juga gendang yang bentuknya lebih besar yang berfungsi sebagai pelengkap taganing dalam variasi ritme. Temponya selalu cepat sehingga tidak dapat diikuti penari. Penari mengikuti ritme ogung.

Sarune merupakan instrument tiup dari kayu berlidah ganda (double reed aerophone) yang memainkan melodi suatu lagu. Pemain sarune juga istimewa karena tanggung jawab penguasaan repertoar sama dengan pemain taganing.

Alat musik oloan, ihutan, panggora dan doal adalah gong dalam berbagai ukuran. Perannya juga bersifat ritmis. Begitu juga halnya odap. Ogung oloan yang bernada rendah menyajikan bunyi dengan ritme tetap agar dituruti oleh ogung yang lain. Karena itu disebut ‘oloan’ yang artinya diikuti. Ia memimpin semua ritme ogung. Oloan disambut oleh Ogung Ihutan (=yang mengikuti) atau disebut juga ‘pangalusi’ (=jawaban). Peranan ihutan hampir sama dengan oloan tetapi dengan nada lebih tinggi Disambut lagi dengan Ogung Panggora (= yang berseru, memberi efek kejut) dan Doal yang memberi variasi ritme tambahan.

Hesek (hesek) kelihatannya seperti tidak penting namun terasa kurang pas tanpa kehadirannya untuk menyempurnakan keseluruhan ritme. Dua pukulan hesek berbunyi dalam satu pukulan doal sehingga memberi efek sinkopis yang harmonis. Panggora akan berbunyi bersama-sama oloan pada pukulan kedua dan sekali ia berbarengan dengan ihutan.

Dalam pengertian repertoar, suatu rangkaian musik yang berhubungan satu dengan berikutnya, disebut ‘Si Pitu Gondang’ yang terdiri dari tujuh lagu berurutan sehubungan dengan ritual agama Batak purba. Tidak diiringi dengan tarian. Bisa dimainkan keseluruhan tanpa henti tetapi bisa dengan jeda. Beberapa jenis repertoar asli untuk ritual lama sekarang sudah sangat jarang diselenggarakan sehubungan dengan pengaruh agama Kristen.

Bahkan pada awal nya para misionaris melarang pelaksanaan gondang karena dianggap membangkitkan kembali gairah agama suku. Kalau pada masa zending kekhawatiran itu mungkin beralasan karena orang Batak yang dikristenkan baru melangkah setapak kedalam agama baru dari dunia lama. Kini pada generasi kelima bahkan keenam, kecemasan semacam itu kiranya berlebihan sebab pada umumnya generasi sekarang tidak merasakan lagi aroma agama purba dan semata-mata melihatnya dari segi kesenian belaka. Gereja agaknya sudah agak melunak dan memperbolehkan dengan syarat dimulai doa oleh pendeta atau pengurus gereja.

Rangkaian ini selalu dimulai oleh yang punya hajat (‘suhut’) membuka upacara dengan meminta ‘Tua ni Gondang’ (introduksi) artinya memohon tuah dari Tuhan untuk gondang yang akan diselenggarakan. Dengan ini maka upacara dimulai secara resmi. Repertoar selalu Gondang Mula-mula yang memulai mohon restu dari Maha Pencipta dan hadirin, dengan menutup kedua telapak tangan didepan dada. Disusul kemudian Gondang Somba-somba untuk memberi hormat takzim dengan menyedekap kedua telapak tangan yang mulai terbuka. Penari berputar dan berdiri ditempat.

Dibagian tengah repertoar ada Gondang Pasu-pasu memberi berkat dan restu kepada kelompok boru (pihak kerabat pengambil isteri). Dalam kelompok Pasu-pasu termasuk Gondang Sampur Marmeme untuk permohonan agar Boru diberi banyak keturunan, dan Gondang Sampur Marorot agar kelompok Boru dapat memelihara dan merawat anak-anaknya agar selalu sehat walafiat.

Gondang Saudara termasuk juga pasu-pasu yang menggambarkan permohonan kepada yang Maha Kuasa untuk kemakmuran. Pada tahap akhir adalah komposisi Gondang Sitio-tio/Hasahatan (finale) menggambarkan kecerahan dan segala permohonan segera terwujud.

Repertoar asli yang antara lain memuat Gondang Mulajadi, Gondang Batara Guru, Gondang Mangalabulan dsb sangat jarang diperagakan. Mungkin akan dapat anda saksikan dalam upacara penganut agama Parmalim yang diselenggarakan pada waktu tertentu di desa Hutatinggi di Laguboti.

Semua kerabat dapat meminta gondang untuk menari misalnya ada kelompok tuan rumah disebut gondang Suhut, gondang Boru, gondang Hula-hula dan juga untuk kelompok muda-mudi diberi kesempatan untuk menari disebut Gondang Naposo.

Uning-uningan

Perlu ditambahkan bahwa dalam suatu pelaksanaan ritual lama pada umumnya hanya melibatkan orangtua meskipun ada diberi kesempatan muda-mudi berpartisipasi dengan acara Gondang Naposo. Pelaksanaan upacara bisa berhari-hari, mungkin tujuh hari. Ditengah-tengah waktu senggangnya para pemuda juga berlatih semacam ensembel disebut ‘uning-uningan’. Uning-uningan bukan termasuk ensembel untuk ritual tetapi lebih bersifat hiburan. Meskipun demikian dalam perkembangan selanjutnya disebut juga gondang yaitu Gondang Hasapi. Hasapi adalah kecapi yang memainkan melodi dalam uning-uningan. Ada juga penyanyi yang membawakan lagu-lagu kisah cinta, penderitaan, cita-cita dsb. Ensembel uning-uningan (gondang hasapi) terdiri dari alat musik :
1. hasapi (kecapi)
2. sarune getep (alat musik tiup dari kayu, lebih pendek dari sarune)
3. sulim (suling)
4. garantung (alat musik pukul dari beberapa kayu berbentuk pipih)
5. tulila
6. hesek
7. dll

Source : www.viziers.multiply.com

University of Hawai membuka study mengenai budaya Batak

Adalah Uli (Ulrich) Kozok, pria kelahiran Hildesheim, Jerman 26 Mei 1959 yang telah mempelajari Budaya dan Bahasa Batak sejak 1981 ketika berada di Medan. Kemudian semakin tertarik justru sekembalinya dari Indonesia, belajar arkeologi di Universitas Hamburg dan menghadiri simposium tentang kebudayaan dan bahasa di Sumatera Utarayang dihadiri pakar dari Jerman dan negara lain.

Tahun 1983 Uli mendapat beasiswa Pemerintah Jerman, DAAD (Deutsche Akademischer Austauschdienst) tahun 1983-1985 untuk menjadi mahasiswa tamu di jurusan Sastra Daerah Universitas Sumatera Utara (USU).
Menurut Uli koleksi naskah Batak di Jerman hampir 600, di Belanda jumlahnya ribuan, sedangkan di Indonesia mungkin cuma 200-an. Banyak mahasiswa dan dosen selama dia di USU yang kurang paham naskah Batak.

Tahun 1988-1989 Uli menjadi Dosen Luar Biasa Universitas Negeri Medan (dulu IKIP Medan). Kemudian tahun 1989, disertasi tentang bilangbilang, masyarakat Karo, mengantar Uli meraih gelar Master Artium di Universitas Hamburg. Empat tahun kemudian, pada Tahun 1993, Uli meraih gelar Doktor dengan tema sama, puisi percintaan pada masyarakat Batak.

Karena pertemuannya dengan Michael Everson. tahun 1998, ahli linguistik sekaligus desainer jenis huruf (font) untuk computer dan media digital, Uli diminta Michael untuk membuat software agar aksara Batak bisa ditulis dalam sebuah komputer.

Serangkaian penelusuran dari sejarah dan penyebaran aksara Batak ia lakukan dan mempertemukannya dengan hal-hal yang menggembirakan hatinya.
Salahsatunya adalah Naskah tua Melayu yang ditulis dengan huruf dari rumpun yang sama, surat Pascapalawa.
Surat Pascapalawa atau dikenal sebagai aksara Kawi ada hampir diseluruh Sumatera, mulai dari Lampung, Rejang-Lebong, Kerinci, Minangkabau, hingga Mandailing.

Sekarang Uli Ketua Deapartemen Bahasa dan Sastra Indonesia School of Language and Literature University of Hawaii di Manao.
Adapun Websitenya http://bahasa.net/online/
Buku Aksara Batak : http://findarticles.com/p/articles/mi_hb3062/is_200106/ai_n7697541