Jumat, 21 Maret 2008

Telur Paskah


Telur Paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa dimana telur merupakan simbol musim semi. Di masa silam, di Persia, orang biasa saling menghadiahkan telur pada saat perayaan musim semi, yang bagi mereka juga menandakan dimulainya tahun yang baru. Dewa musim Semi, yang bernama "Eostre" adalah dewa yang disembah pada perayaan "vernal equinox". Nama dewa ini juga yang akhirnya dipakai untuk menyebut hari Paskah, "Easter" (bahasa Inggris).

Pada abad-abad pertama kekristenan, tradisi ini sulit dihapus karena hari Paskah memang kebetulan jatuh pada setiap awal musim Semi. Perayaan musim Semi selalu dirayakan dengan meriah mengiringi kegembiraan meninggalkan musim dingin. Tumbuh-tumbuhan dan bunga mulai tumbuh dan bermekaran, dan suasana keceriaan seperti ini menjadi saat yang tepat untuk membagi-bagikan hadiah.

Membagi-bagikan telur pada hari Paskah akhirnya diterima oleh gereja selain untuk merayakan datangnya musim Semi, juga karena telur memberikan gambaran/simbol akan adanya kehidupan. Dalam Kristen, telur mendapatkan makna religius, yaitu sebagai simbol makam batu dimana Yesus keluar menyongsong hidup baru melalui Kebangkitan-Nya. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa Paskah, yaitu karena dulu telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Umat Kristen sejak awal telah mewarnai telur-telur Paskah dengan warna-warna cerah, meminta berkat atasnya, menyantapnya, serta memberikannya kepada teman dan sahabat sebagai hadiah Paskah.

Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa Utara dan di Asia. Tetapi, di Eropa Selatan dan juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.